Senin, April 07, 2008

Makin parah,katanya...

Setelah cerita teman saya yang kemarin tentang sikap kekasihnya yang berubah itu,tadi malam dia meng-update lagi perkembangannya.

Makin parah,katanya...

Semalam suntuk tidak bicara,keesokan harinya juga diam seribu bahasa. Teman saya mulai panik. Memang pembicaraan terakhir gimana,kata saya. Dia seperti tidak menghargai keberadaan teman saya, feedback pembicaraan yang tadinya lucu jadi seperti meremehkan. Teman saya mengatakan : "Mulailah perlakukan pasangan mu dengan baik,buatlah dia merasa istimewa,mungkin hati kamu bukan milik aku lagi,so I'll go...take care" dengan harapn si doi akan memberikan feedback yang baik,seperti pertanyaan kenapa bisa begitu atau begini atau apapun lah. Alih-alih,doi memilih diam tidak mau diganggu. Teman saya collapse.

Menangis semalam suntuk dan tidak bisa bicara dengan baik, saya tampar pipinya. Maafkan teman...kamu harus kuat!

Apakah lelaki cenderung menggunakan logikanya? sudah pasti,tapi apakah itu berarti mereka tidak menggunakan perasaan mereka?
Salah tidaknya kita wanita lebih memilih menggunakan perasaan terlebih dahulu lalu logika menyusul juga ditentukan oleh apa?
Yang saya tau,lelaki kuat untuk diam (I've been in this fucked up situation before).

Apakah diam itu emas? yang jelas,diam dan memilih untuk "nyuekkin" gitu aja gak akan menyelesaikan masalah. Temanku ini merasa kebingungan karena "unfinished buisness" nya dengan si kekasih. Sekarang dalam kantor saja dia tidak bisa fokus. Sementara teman sebelahnya yang juga baru mengalami hal yang tidak jauh berbeda terlihat tenang dan tidak bergeming malahan menenggelamkan diri di pekerjaan,siapa tau isi hatinya sehancur apa kan?

Jadi,seharusnya perasaan dan logika itu kudu seimbang kan?

Boleh aja sih lelaki bisa jauh lebih tenang,tapi kita gak tau lebih kuat siapa. Kita menangisi sakitnya hati,menyelimuti diri dengan lagu mellow,menikmati kesedihan. Mereka memilih untuk olah raga,main musik,tidur bahkan...yah,semuanya sah.

Makin parah....

0 komentar: